Senin, 23 November 2009

PENGARUH KECERDASAN IQ,EQ, DAN RQ AUDITOR TERHADAP KINERJA AUDITOR DALAM KANTOR AKUNTAN PUBLIK



Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kecerdasan emosional dan spiritual terhadap kinerja auditor dalam Kantor Akuntan Publik. Pengukuran kecerdasan emosional dan kinerja menggunakan instrumen kuisioner yang di adopsi dari Cooper dan Sawaf (1998), sedangkan untuk pengukuran kecerdasan spiritual menggunakan instrumen yang diadopsi dari Khavari (2000). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi Berganda, uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emsional dan spiritual auditor secara bersama-sama terhadap kinerja auditor, dan uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional dan spiritual auditor secara terpisah terhadap kinerja auditor. Hasil analisis meunujukkan bahwa kecerdasan emosional dan spiritual auditor berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor baik secara bersama-sama ataupun secara terpisah. Akan tetapi kecerdasan spiritual memberikan kontribusi dan pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja auditor dibandingkan dengan kecerdasan emosional auditor (Beta 0,744 > Beta 0,251). Berdasarkan hasil analisis, juga menunjukkan pengaruh yang sangat besar dalam mendorong kinerja optimal auditor yaitu 76,8% (R Square = 0,768). Sedangkan 23,2% dapat di sebabkan oleh variabel lain di luar penelitian ini seperti: Kecerdasan intelektual auditor, sarana dan prasarana dalam Kantor Akuntan Publik dan lain-lain. Besarnya pengaruh tersebut, dapat disebabkan, dalam tempat kerja selain permasalahan tekhnis pekerjaan, juga banyak terdapat permasalahan yang menyangkut konflik dan dilemma etis, dan berbagai ragam persolaan yang terkait dengan kondisi mental kejiwaan auditor. Sehingga dalam menyelesaikan permasalahan tersebut diatas harus lebih banyak dengan memakai pendekatan kecerdasan emosional dan spiritual dari pada keahlian intelektual, karena permasalahan tersebut tidak dapat di atasi hanya dengan kecerdasan intelektual auditor semata.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 
Semakin mengglobalnya arus informasi dan transportasi yang disertai makin meningkatnya pula perdagangan dipelbagai belahan dunia, yaitu dengan dibentuknya berbagai macam bentuk perjanjian perdagangan multilateral dan internasional yang bersifat bebas (GATT, WTO, AFTA, APEC).Mengakibatkan banyak terjadinya perpindahan tenaga kerja asing dari negara maju seperti: Eropa, Jepang dan Amerika menuju negara lain di Asia termasuk di Indonesia. Hingga saat ini tidak dapat kita pungkiri bahwa globalisasi ekonomi dibidang liberalisasi perdagangan telah mulai banyak membawa pesaing ataupun tenaga ahli yang kompeten dibidangnya dari pelbagai mancanegara memasuki pasar domestik dengan kandungan pengetahuan tingkat dunia. 
Dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta jiwa, dan termasuk dalam salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terbesar di dunia, serta posisi yang potensial dalam kawasan Asia Tenggara, menjadikan Indonesia sebagai ladang bisnis yang menjanjikan sebagai sasaran pasar berbagai produk dan jasa. Sehingga diperkirakan ketika terwujudnya perjanjian multi lateral AFTA (Asean Free Trade Center Area) dan APEC, Indonesia akan dibanjiri oleh banyak produk dan pekerja (auditor) profesional dari luar negeri. 
Dalam menghadapi Indonesia baru yang mampu bersaing dalam era globalisasi yaitu AFTA dan APEC, diperlukan Sumber Daya Manusia, terutama sekali auditor dalam negeri yang berkualitas, yang diharapkan mampu bersaing dengan auditor dari luar negeri. Akan tetapi jika kita melihat praktek yang terjadi tidaklah demikian. Hal ini tercermin dari sikap pemerintah Indonesia yang lebih suka menggunakan jasa auditor asing, yang dipandang lebih mampu secara teknis dan indepeden dalam melaksanakan jasa audit terhadap beberapa perusahaan yang terkena kasus. Tantangan lain yang harus dihadapi dalam abad 21 maraknya terjadi skandal manipulasi dan kecurangan atas laporan keuangan, serta berbagai kasus pelanggaran etika lainnya yang secara langsung atau tidak langsung melibatkan para auditor didalamnya, baik dalam maupun luar negeri1. Berbagai bukti tersebut diatas menunjukkan kepada kita bahwa adanya: 1).Penurunan kualitas citra Sumber Daya Manusia akuntan atau auditor, 2).Persaingan antara auditor dan Kantor Akuntan Publik dalam dan luar negeri yang sudah semakin ketat, dan 3).Mulai adanya peralihan kepercayaan terhadap kinerja auditor dan Kantor Akuntan Publik di Indonesia. Dimana masalah-masalah tersebut harus segera diatasi. 
Memasuki abad 21, legenda atau paradigma lama tentang anggapan bahwa IQ (Intelligence Quotient) sebagai satu-satunya tolok ukur kecerdasan, yang juga sering dijadikan parameter keberhasilan dan kesuksesan kinerja Sumber Daya Manusia, digugurkan oleh munculnya konsep atau paradigma kecerdasan lain yang ikut menentukan terhadap kesuksesan dan keberhasilan seseorang dalam hidupnya. Hasil survei statistik dan penelitian yang dilakukan Lohr, yang ditulis oleh Krugman dalam artikel “On The Road on Chairman Lou“ (The New York Times 26/6/1994), menyebutkan bahwa IQ ternyata sesungguhnya tidak cukup untuk menerangkan kesuksesan seseorang. Ketika skor IQ dikorelasikan dengan tingkat kinerja dalam karier mereka, taksiran tertinggi untuk besarnya peran selisih IQ terhadap kinerja hanyalah sekitar 25%, bahkan untuk analisis yang lebih seksama yang dilakukan American Psycological Press (1997) angka yang lebih tepat bahkan tidak lebih dari 10% atau bahkan hanya 4%. Hal ini berarti bahwa IQ paling sedikit tidak mampu 75%, atau bahkan 96% untuk menerangkan pengaruhnya terhadap kinerja atau keberhasilan seseorang. Serta menurut penelitian yang dilakukan Goleman menyebutkan pengaruh IQ hanyalah sebesar 20% saja, sedangkan 80% dipengaruhi oleh faktor lain termasuk di dalamnya EQ. Sehingga dengan kata lain IQ dapat dikatakan gagal dalam menerangkan atau berpengaruh terhadap kesuksesan seseorang (Goleman, 2000). 

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Adakah pengaruh kecerdasan emosional (EQ) dan spiritual (SQ) auditor terhadap kinerja para auditor dalam Kantor Akuntan Publik?”
1.3 Tujuan Penelitian
    Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menguji dan mengetahui apakah terdapat pengaruh antara kecerdasan emosional dan spiritual auditor terhadap kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan bagi dunia akademisi khususnya dalam bidang pendidikan akuntansi pada perguruan tinggi dalam mendidik, dan mendiskusikan mengenai pentingnya kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ) dalam pola pendidikan bagi para mahasiswa, sebagai calon akuntan dan auditor dimasa yang akan datang, serta dalam menyikapi semakin beratnya tugas dan tanggung jawab mereka dalam melaksanakan pekerjaannya.
2. Memberikan masukan bagi Kantor Akuntan Publik agar dapat lebih meningkatkan kemampuan auditor mereka dalam melaksanakan tugas dengan lebih memberikan perhatian dan pelatihan terkait dengan pengembangan kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ), sehingga mereka bekerja dengan optimal, berintegritas dan bertanggung jawab.
3. Memberi informasi bagi kelompok responden mengenai pentingnya kecerdasaan emosional dan spiritual (ESQ), sehingga mereka dapat mengembangkan dan melatih kecerdasan emosional dan spiritual secara mandiri sebagai bekal dalam menghadapi dunia kerja, dan mampu bersaing dengan para auditor dari luar negeri.
4. Skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan bagi riset-riset selanjutnya terkait dengan penelitian kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ) yang lebih sempurna dan komperehensif.
1.5 Sistematika Penulisan Penelitian
        Agar lebih mudah dipahami, skripsi ini disusun atas 5 (lima) bab,dengan tujuan agar mempunyai suatu susunan yang sistematis, dapat memudahkan untuk mengetahui dan memahami hubungan antara bab yang satu dengan bab yang lain sebagai suatu rangkaian yang konsisten. Adapun sistematika yang dimaksud adalah:


BAB I: PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang ditulisnya karya ilmiah ini, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan rumusan masalah serta sistematika penulisan skripsi.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Membahas mengenai landasan teori yang mendasari tiap-tiap variabel, hubungan antar variabel dan pembentukan hipotesa (hipotesis penelitian).
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
Menguraikan mengenai jenis penelitian dan pendekatan yang digunakan, penentuan populasi dan sampel, metode pengumpulan data, operasionalisasi variabel, pengujian data dan hipotesa.
BAB IV: PEMBAHASAN
Berisikan analisa penelitian, membahas tabulasi frekuensi pengaruh pengujian instrumen kecerdasan emosional dan spiritual auditor terhadap kinerja auditor.
BAB V: PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengolahan data penelitian. Selain itu, dalam bab ini juga berisi saran-saran bagi perkembangan profesi auditor di masa depan.



BAB IV PEMBAHASAN 1. Kasus besar yang paling menarik perhatian dan menimpa dunia akuntansi di awal abad 21 adalah kasus manipulasi laporan keuangan dan persediaan pada Enron corp. dengan KAP multi nasional Arthur Andersen & Partners yang merupakan anggota dari the big five atau KAP dengan salah satu jaringan dan omzet pendapatan terbesar di seluruh dunia, yang berakibat bubarnya Arthur Andersen & partners. Di Indonesia juga pernah terjadi hal yang sama yaitu pada kasus PT.Kimia Farma Tbk, terjadinya overstated pada laba bersih per 31 Desember 2001. 2. SQ dapat dinamakan juga dangan Religius Quotient (kecerdasan religius atau kecerdasan ruhaniah), karena dalam penerapannya SQ adalah tidak dapat dipisahkan dengan keyakinan beragama seseorang walaupun antar agama mempunyai konsep yang berbeda tentang bentuk SQ, akan tetapi esensinya sama yaitu keyakinan akan keberadaan dan peran serta Tuhan dalam setiap aktivitas kehidupan manusia. 3. Integritas mengharuskan auditor jujur dan terus terang dalam batasan kerahasiaan obyek pemeriksaan Kode Etik Akuntan Indonesia.Prinsip objektivitas menetapkan suatu kewajiban bagi auditor untuk tidak memihak, jujur secara intelektual dan bebas dari konflik kepentingan.Pedoman Kode Etik Akuntan Indonesia.Appendix A 1994. hal:346. 4. Prof.Dr.Muhammad Yacub M.Ed. dalam jurnalnya yang berjudul: “Suatu opini mengenai reformasi sistem pendidikan nasional” berpendapat dan juga menekankan akan pentingnya reformasi dan perubahan sistem pendidikan nasional yang mensinergikan IQ, EQ, CQ dan SQ dalam segala bidang mulai dari filsafat/tujuan pendidikan sampai ke pemerintahan dan manajemen pendidikan, kurikulum, metode pembelajaran, dan substansi pengajaran secara nasional, regional dan lokal. Terjadinya pergeseran atau perubahan paradigma dimana kesuksesan seseorang tidaklah lagi ditentukan oleh IQ atau kemampuan tekhnis, ICCA mengeluarkan satuan tugas khusus “The Skill for 21 century task force” untuk meneliti masalah yang berhubungan dengan perubahan kualifikasi para akuntan di abad 21. Satuan tugas tersebut menemukan bahwa di abad 21 ini para akuntan (auditor) yang dibutuhkan, haruslah memiliki beberapa kompetensi dan kualifikasi antara lain, sebagai berikut (Bulo, 2002:22): • Keterampilan akuntansi: Kemampuan untuk menganalisa data keuangan, pengetahuan perpajakan, audit, sistem teknologi informasi dan pengetahuan tentang pasar modal. • Keterampilan komunikasi: Kesanggupan mendengar dengan efektif, berbicara dan menulis dengan jelas, mengerti kebutuhan orang lain, kemampuan mengungkapkan, mendiskusikan mempertahankan pandangan, memiliki empati dan mampu berhubungan dengan orang dari negara, budaya dan latar belakang sosio ekonomi yang berbeda. • Keterampilan negosiasi. • Keterampilan interpersonal: Untuk memotivasi dan mengembangkan orang lain, mendelegasikan tugas, menyelesaikan konflik, kepemimpinan, mengelola hubungan dengan orang lain dan berinteraksi dengan berbagai macam orang. • Kemampuan intelektual: Logika, deduktif dan pemikiran abstrak, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah dan sanggup menyelesaikan dilema etis. • Pengetahuan manajemen dan organisasi: Untuk memahami aktivitas organisasi bisnis pemerintah, organisasi nirlaba, memahami budaya bisnis, dinamika kelompok, serta manajemen sumber daya. • Atribut personel: Integritas, keadilan etika dan komitmen untuk, belajar seumur hidup karena product life cycle pengetahuan yang semakin pendek. Di Indonesia, Ainun Na’im (1996) dalam Laela (1997) dalam makalahnya yang berjudul “Perubahan faktor-faktor kontekstual profesi akuntan publik” menyebutkan dalam memasuki profesi akuntansi, dan dalam menghadapi perubahan tantangan globalisasi, para akuntan Indonesia khususnya, diharuskan memiliki suatu competitive advantage skill yang lebih dibandingkan akuntan lain untuk dapat tetap mampu bertahan (exist) dalam menjalankan profesinya dimasa depan, diantaranya yaitu kemampuan intelektual, interpersonal dan emosional, lebih lengkapnya bentuk kualifikasi yang disyaratkan, dapat kita lihat pada gambar dibawah ini : Profil Profesi Akuntan Dalam perkembangan untuk menciptakan peningkatan kinerja Sumber Daya Manusia yang optimal, dan dalam menyikapi tantangan di abad 21, menurut Prof. Dadang Hawari guru besar dan pakar psikologi UI, kemampuan intelektual (IQ) dan interpersonal (EQ) saja tidaklah cukup, tanpa disertai dengan kemampuan religiusitas (SQ). Beliau menyatakan bahwa pada umumnya, syarat atau kualifikasi yang diutamakan untuk menciptakan Sumber Daya Manusia, yang unggul menuju Indonesia baru adalah: KETERAMPILAN SIFAT-SIFAT - Berfikir Wajar - Menyelesaikaan masalah Etik - Mendengar Mempunyai motivasi - Menulis Bersikap profesional - Menggunakan komputer Percaya diri - Melakukan analisis kuantitatif Tampil profesional - Berbicara Sifat menyenangkan - Melakukan penelitian Tegas - Berhubungan Interpersonal Sifat kepemimpinan PENGETAHUAN - Hukum - Sosial Ekonomi - Psikologi - Akuntansi 1.Sumber Daya Manusia tersebut memiliki tingkat kecerdasan (IQ: Intelligence Quotient) yang tinggi. Namun dalam perkembangan masa depan (Indonesia Baru) untuk menjadi Sumber Daya Manusia yang sukses dalam arti bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi dan golongannya; maka syarat IQ saja tidak lagi memenuhi kriteria. 2. EQ (Emotional Quotient: tingkat emosional atau kepribadian). 3. CQ (Creativity Quotient: tingkat kreativitas) dan 4. RQ (Religious Quotient): Tingkat religiusitas atau keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan YME). Sumber Daya Manusia dengan tingkat RQ tinggi adalah tidak sekedar beragama tetapi terutama beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sumber Daya Manusia yang beriman adalah seorang yang percaya bahwa Tuhan Maha Melihat, Mendengar dan Mengetahui apa-apa yang diucapkan, diperbuat bahkan isi hati atau niat manusia. Sumber Daya Manusia yang beriman adalah seorang yang percaya adanya malaikat yang mencatat segala perbuatan yang baik maupun yang tercela, serta tahu mana yang salah atau haram.2 Dalam praktek nyata, pentingnya kemampuan personal dan interpersonal serta tingkat religiusitas sebagai benteng dalam pelaksanaan tanggung jawab dan pekerjaan audit bagi para auditor di Indonesia khususnya seperti yang telah disebutkan diatas, bisa kita lihat pada pedoman kode etik akuntan 1994 yang diterbitkan oleh lembaga IAI (Ikatan Akuntan Indonesia). Pasal 1 ayat (2) Kode Etik Akuntan Indonesia, menegaskan bahwa setiap anggota harus mempertahankan integritas dan obyektifitas3 yang tinggi dalam menjalankan setiap tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, setiap anggota akan tetap mempunyai kejujuran, komitmen, tegas, dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan obyektifitas, maka diharapkan bagi setiap anggota akan bertindak adil tanpa dipengaruhi oleh tekanan atau permintaan tertentu maupun kepentingan pribadinya. Tanpa adanya pengendalian atau kematangan emosi (EQ) dan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (keimanan dan ketakwaan) (SQ), sangat sulit bagi seorang auditor untuk dapat bertahan dalam menghadapi tekanan frustasi, stress, menyelesaikan konflik yang sudah menjadi bagian atau resiko profesi, dan memikul tanggung jawab seperti apa yang disebutkan dalam Pedoman Kode Etik Akuntan Indonesia, serta untuk tidak menyalahgunakan kemampuan dan keahlian yang merupakan amanah yang dimilikinya kepada jalan yang tidak dibenarkan. Sehingga akan berpengaruh terhadap hasil kinerja mereka (mutu dan kualitas audit) atau terjadinya penyimpangan-penyimpangan, kecurangan dan manipulasi terhadap tugas yang diberikan. Karena seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik akan mampu untuk mengetahui serta menangani perasaan mereka dengan baik, mampu untuk menghadapi perasaan orang lain dengan efektif. Selain itu juga seseorang akuntan yang memiliki pemahaman atau kecerdasan emosi dan tingkat religiusitas yang tinggi akan mampu bertindak atau berperilaku dengan etis dalam profesi dan organisasi (Ludigdo dan Maryani, 2001). Karena itulah perlu adanya perubahan akan makna dalam sistem pendidikan kita, dalam menyikapi makin beratnya tantangan di era globalisasi dan dalam rangka membentuk pribadi yang berkualitas dan memiliki etos kerja yang tinggi4. Sehingga peran lembaga pendidik termasuk perguruan tinggi sebagai pencetak Sumber Daya Manusia dalam perusahaan dan Kantor Akuntan Publik diharapkan mampu mengangkat nilai-nilai: kejujuran, komitmen, amanah, integritas, bertanggung jawab, keyakinaan terhadap sifat-sifat Tuhan YME dan keteguhan hati merupakan bagian pengajaran yang diberikan kepada para calon auditor (mahasiswa) (Ludigdo, 2004). Penjelasan tersebut diatas secara langsung mengindikasikan dan membuktikan kepada kita semua, bahwa para akuntan khususnya auditor di Indonesia dalam abad 21 perlu untuk mengembangkan aspek atau berbagai keterampilan dan keahlian khusus dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya yang semakin komplek, termasuk didalamnya: keterampilan atau keahlian profesi, kecerdasan emosional (Emotional Quotient) dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient). Adapun beberapa karya ilmiah dan penelitian terdahulu yang telah dipublikasikan, baik didalam negeri maupun diluar negeri, terkait dengan kecerdasan emosional antara lain yaitu: Pertama. Pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap kinerja dalam perusahaan: Goleman menjelaskan (1998) tentang penggunaan kecerdasan emosional terhadap pendorong kinerja, dengan sampel manajer yang dikelompokkan kedalam 3 (tiga) bagian keahlian: tekhnikal, koognitif dan kemampuan kecerdasan emosi murni seperti kemampuan memimpin dan berhubungan dengan orang lain. Cooper dan Sawaf (1998) meneliti tentang pemetaan kecerdasan emosional (EQ Map) dan pengaruhnya terhadap gaya kepemimpinan dan kinerja sejumlah eksekutif manajer pada perusahan multinasional. Serta McClleland (1973) dalam Goleman (2000) meneliti tentang pengaruh kecerdasan intelektual (IQ) dengan parameter prestasi akedemis yang dicapai, terhadap kesuksesan seseorang di tempat kerja. Kedua. Pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap kinerja auditor dan pendidikan akuntansi: Surya dan Hananto (2004) meneliti tentang kinerja auditor dalam Kantor Akuntan Publik dengan kecerdasan emosional auditor. Bulo (2002) dan Afufah; font-weight: normal; mso-bidi-font-weight: bold">Kedua. Pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap kinerja auditor dan pendidikan akuntansi: Surya dan Hananto (2004) meneliti tentang kinerja auditor dalam Kantor Akuntan Publik dengan kecerdasan emosional auditor. Bulo (2002) dan Afufah; font-weight: normal; mso-bidi-font-weight: bold">Kedua. Pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap kinerja auditor dan pendidikan akuntansi: Surya dan Hananto (2004) meneliti tentang kinerja auditor dalam Kantor Akuntan Publik dengan kecerdasan emosional auditor. Bulo (2002) dan Afufah; font-weight: normal; mso-bidi-font-weight: bold">Kedua. Pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap kinerja auditor dan pendidikan akuntansi: Surya dan Hananto (2004) meneliti tentang kinerja auditor dalam Kantor Akuntan Publik dengan kecerdasan emosional auditor. Bulo (2002) dan Afufah; font-weight: normal; mso-bidi-font-weight: bold">Kedua. Pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap kinerja auditor dan pendidikan akuntansi: Surya dan Hananto (2004) meneliti tentang kinerja auditor dalam Kantor Akuntan Publik dengan kecerdasan BAB V PENUTUP Serorang auditor itu harus yang cerdas. Auditor harus mengerti proses bisnis dari organisasi yang akan diaudit, memahami best practice, memahami metodologi audit, memahami pengetahuan dasar yang terkait jenis audit, (spt accounting, IT, Tax, dll) dan kemampuan analisa yang baik. Auditor harus mengkombinasikan pengetahuan ini dalam melakukan proses audit. Disinilah titik dimana audit bukan merupakan proses yang mudah. Dibutuhkan orang - orang yang cerdas agar proses audit menjadi lebih efektif dan efisien.

1 komentar:

  1. bisakah saya mendapat jurnal lengkap utk judul tsb?

    BalasHapus