Kericuhan dalam sidang paripurna kasus Century, menurut Hestu Cipto Handoyo, Direktur Parlemen Watch Indonesia (Parwi) Yogyakarta, menunjukan belum adanya kedewasaan anggota DPR dalam menjalankan etika politik.
Peristiwa tersebut merupakan proses pembelajaran yang negatif dalam penguatan demokrasi Indonesia. DPR seharusnya mengembangkan kecerdasan intelektual dan emosi yang seimbang. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. "Pendidikan politik yang ditunjukan elit politik itu gambaran kondisi di masyarakat kita," kata Hestu Cipto Handoyo, Direktur Parlemen Watch Indonesia di Yogyakarta, Rabu (3/2).
Menanggapi tindakan sebagian anggota dewan yang dalam proses persidangan sempat mengeluarkan kata-kata tidak patut, itu menunjukan mereka belum memiliki kualitas kematangan dalam berpolitik. "Kalau ada model pemaksaan kehendak, itu bisa membuat kondisi serupa terjadi di akar rumput. Ada contoh perilaku yang kurang pantas dilakukan mereka yang duduk di DPR," tunjuknya.
Dikatakan, ada tiga kata kunci dalam politik yang santun. Yakni, adanya kompromi, mufakat dan kesepakatan bersama. Jika terjadi mekanisme politik yang di luar itu menunjukan adanya upaya membelokan agenda politik dari masing-masing kelompok kepentingan.
Oleh karena itu, mestinya ada upaya dari Badan Kehormatan DPR melakukan klarifikasi, penelusuran atas peristiwa yang terjadi pada sidang paripurna kasus Century. "Harus ada upaya dari Badan Kehormatan DPR melakukan klarifikasi, penelusuran atas peristiwa yang terjadi," katanya.