FIF MEMPERSEMBAHKAN LAGI PRODUK UNGGULANNYA.. "SOBAT BIJAK" SOLUSI KEUANGAN ANDA...
Selasa, 24 November 2009
Dilema Auditor Internal Dalam Program Anti Korupsi: Integritas atau Loyalitas?
Definisi Auditor Internal
Internal Auditor ialah orang atau badan yang melaksanakan aktivitas internal auditing. Oleh sebab itu Internal Auditor senatiasa berusaha untuk menyempurnakan dan melengkapi setiap kegiatan dengan penilaian langsung atas setiap bentuk pengawasan untuk dapat mengikuti perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks. Dengan demikian Internal Auditing muncul sebagai suatu kegiatan khusus dari bidang akuntansi yang luas yang memanfaatkan metode dan teknik dasar dari penilaian.
Definisi Integritas
Integritas (Integrity) adalah bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi, walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukan ini. Dengan kata lain, “satunya kata dengan perbuatan”. Mengkomunikasikan maksud, ide dan perasaan secara terbuka, jujur dan langsung sekalipun dalam negosiasi yang sulit dengan pihak lain.
Definisi Loyalitas
Sesungguhnya loyalitas adalah sifat dasar yang harus ada dalam setiap manusia. Loyalitas bisa mengarah kepada komitmen dan teguh pendirian. Adapun mengenai komitmen akan berorientasi kepada sikap maka loyalitas cenderung mengarah kepada objek. Apakah itu lembaga (korps), kepercayaan (religion), maupun terhadap seseorang.
Audit internal telah berkembang dari semula profesi yang hanya memfokuskan diri pada masalah teknis akuntansi, menjadi profesi yang memiliki orientasi memberikan jasa bernilai tambah bagi manaejemen. Audit internal telah berubah menjadi disiplin yang berbeda, dengan pusat perhatian yang lebih luas.
Perkembangan audit internal dapat dikatakan bersumber dari meningkatnya kompleksitas operasi perusahaan dan pemerintahan.Pertumbuhan perusahaan menyebabkan keterbatasan kemampuan manajer untuk mengawasi masalah operasional sehingga menjadikan audit internal sebuah fungsi yang makin penting.
Audit internal modern menyediakan jasa-jasa yang mencakup pemeriksaan dan penilaian atas pengendalian intern, kinerja, risiko, dan tata kelola perusahaan publik maupun privat. Aspek keuangan hanyalah salah satu aspek saja dalam lingkup pekerjaan audit internal. Audit internal mencoba membangun kerja sama yang produktif dengan manajemen perusahaan melalui aktivitas-aktivitas yang memberikan nilai tambah bagi perusahaan.Untuk dapat memberikan nilai tambah tersebut, kriteria-kriteria yang harus dimiliki internal auditor tidak boleh dikompromikan. Auditor internal harus obyektif, bebas dari bias, memiliki perilaku yang mencerminkan integritas dan profesionalismenya.
Suatu fraud control plan (program anti kecurangan/korupsi) akan effektif apabila menjadi bagian dari rencana strategis suatu organisasi. Dengan menjadi bagian dari rencana strategis organisasi, maka perencanaan, proses dan pelaporan setiap kegiatan dan operasional organisasi akan merujuk kepada rencana strategis tersebut.
Best practice dari program anti kecurangan dan korupsi mencakup tiga pilar pendekatan Preventif, Represif, dan Edukatif. Penerapan konsep pendekatan tersebut, menuntut adanya keseimbangan, keserentakan di antara ketiga komponen utama tersebut dengan mempertimbangkan sepenuhnya kondisi internal dan eksternal organisasi dan mengidentifikasikan sub program khusus bagi masing-masing komponen.
Kerusakan Akibat Korupsi :
Setiap sebab tentu memiliki akibat. Pernyataan tersebut banyak digunakan untuk menyatakan hubungan dari suatu tindakan dengan tindakan lain dalam satu urutan yang membentuk kejadian. Tindakan yang pertama merupakan penyebab dan tindakan berikutnya merupakan akibat. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat menjadi suatu penyebab dari tindakan-tindakan lain dan bahkan dapat pula menjadi bagian dari sebab awal dari akibat itu sendiri. Kondisi tersebut menjadikan hubungan sebab akibat dari suatu kejadian dan keadaan menjadi sedemikian kompleksnya sehingga menimbulkan kesulitan dalam menentukan mana penyebab dan mana akibat.
Keadaan di atas dapat dianalogkan dalam hal pemberantasan korupsi. Begitu kompleknya permasalahan korupsi, sehingga sulit untuk mengidentifikasikan penyebab utama terjadinya korupsi. Apakah korupsi disebabkan karena kurangnya kesejahteraan pegawai atau korupsi mengakibatkan kurangnya kesejahteraan pegawai ?.
Praktek-praktek korupsi yang mem”budaya”, berkepanjangan, dilakukan dalam berbagai bentuk, terjadi di segala bidang kehidupan, memiliki akibat yang harus ditanggung baik oleh individu dalam organisasi, unit organisasi/instansi yang bersangkutan, masyarakat dan dunia usaha, organisasi pemerintahan secara makro yang akhirnya berpengaruh luas terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
1). Dampak bagi individu dalam organisasi :
Akibat perbuatan korupsi harus ditanggung baik oleh individu pelaku korupsi maupun individu lainnya dalam organisasi :
Ø Pelaku secara bertahap mengalami degradasi moral dan menularkannya pada lingkungannya. Pertama kali korupsi yang dilakukannya akan menimbulkan goncangan nurani atau perasaan terombang-ambing antara nilai moral yang dianutnya dengan daya tarik materi yang akan diperolehnya. Namun kecenderungan untuk mengulang perbuatan korupsi karena telah bobol benteng moralnya. Korupsi tersebut diulang dan cenderung membesar, sampai pada tahap pelaku tidak bisa lagi membedakan mana yang benar dan mana yang tidak benar. Korupsi tidak lagi dilihat sebagai penyimpangan, melainkan hal yang biasa, telah menjadi kebiasaan.
Ø Pelaku korupsi menanggung beban rasa bersalah, malu, marah, takut tidak dipercaya, kehidupan yang tidak tenang karena takut ketahuan, risiko terkena tuntutan hukum, hukuman disiplin sampai pemecatan atau habisnya karier, serta cemoohan dari teman sejawat maupun masyarakat, depresi dan masalah kesehatan terkait lainnya.
Ø Individu dalam organisasi juga dapat menanggung dampak korupsi, misalnya harus menyediakan “biaya” untuk pengurusan kenaikan pangkat, promosi atau mutasi. Dampak lain adalah suasana saling mencurigai, hilangnya kesempatan yang sama untuk promosi atau mutasi karena prosesnya diwarnai dengan suap kepada pejabat yang berwenang. Di luar, organisasi harus berhadapan dengan persepsi masyarakat yang menganggap semua pegawai organisasi bermental korup, karena organisasinya diketahui terjadi banyak praktek korupsi.
2). Dampak bagi organisasi :
Ø selain berakibat kerugian keuangan, juga mengakibatkan penilaian atas kinerja organisasi dan manajemen menjadi tidak baik.
Ø Kinerja organisasi yang buruk dapat disebabkan karena korupsi pada beberapa aspek, pegawai yang melakukan kegiatan bukan untuk kepentingan organisasi dapat mengakibatkan pelaksanaan tugas tidak effisien dan timbulnya biaya tambahan yang sebenarnya tidak perlu, seperti biaya lembur dan biaya listrik. Demikian juga penggunaan barang milik organisasi untuk kepentingan pribadi dapat mengakibatkan tambahan biaya pemeliharaan atau biaya alat tulis kantor sehingga penggunaan anggaran tidak effisien.
Ø Korupsi yang dilakukan dengan meninggikan biaya pelaksanaan kegiatan selain mengakibatkan kegiatan/proyek tidak effisien juga dapat mempengaruhi effektivitas pencapaian tujuan kegiatan/proyek, karena cakupan kegiatan/proyek lebih rendah baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas, dari pada yang seharusnya dapat dicapai.
Ø Korupsi juga dapat mengakibatkan organisasi kehilangan kepercayaan dari stakeholder. Kehilangan kemampuan bersaing, karena biaya tinggi di internal organisasi.
3). Dampak bagi dunia usaha dan masyarakat :
Ø Korupsi menyebabkan biaya investasi dan operasi perusahaan menjadi tinggi karena harus menanggung biaya ekstra untuk berbagai pungutan tidak resmi dan suap. Pungutan-pungutan tersebut berakibat adanya ketidakpastian dalam perencanaan keuangan. Harga pokok dan harga jual produk menjadi tinggi, sehingga mengurangi daya saing. Pada sisi lain, mengurangi kemampuan pengusaha memberikan tingkat upah buruh yang lebih tinggi.
Ø Bagi masyarakat sebagai konsumen, harga barang dan jasa kebutuhan hidup sehari-hari menjadi mahal karena biaya-biaya ekstra yang dikeluarkan pengusaha untuk pungutan tidak resmi, akhirnya menjadi beban tanggungan konsumen.
Ø Korupsi mengakibatkan berbagai masalah sosial dalam masyarakat, seperti sengketa pertanahan yang disebabkan oleh permainan dan kolusi oknum pejabat terkait dengan sertifikasi, peruntukan dan pembebasan tanah. Kesulitan ekonomi yang menghimpit sebagian besar rakyat yang masih hidup dalam kemiskinan akan memicu terjadinya pelanggaran hukum dan kejahatan serta kerawanan social lainnya.
Ø Dampak buruk korupsi terutama diderita oleh kaum miskin, yang paling terpukul oleh penurunan perekonomian, paling tegantung dengan layanan-layanan publik, yang paling tidak mampu membayar biaya ekstra yang berkaitan dengan suap, pemerasan, dan berbagai penyalahgunaan keuntungan ekonomi.
Ø Korupsi yang terjadi dalam sektor pertahanan dan keamanan mengurangi dan bahkan menghilangkan kemampuan antisipatif dan responsif aparat pertahanan dan keamanan terhadap kemungkinan terjadinya ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan terhadap ketertiban, keamanan dan pertahanan negara. Korupsi menyebabkan peralatan komunikasi, perhubungan, angkutan dan transportasi serta sistem persenjataan tidak dapat dioperasikan secara optimal, bahkan mungkin gagal dioperasikan dan berkibat terjadinya kecelakaan yang menelan korban nyawa dan harta, karena pemeliharaan dan perbaikan tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya karena tidak tersedianya spare parts dan bahan pendukung secara tepat jumlah, kualitas dan waktu. Lebih jauh, korupsi berakibat tidak diterimanya hak-hak personil operasi sebagaimana mestinya, yang dapat mengakibatkan ketidak siapan jasmani dan rohani, dalam arti dapat mengakibatkan demoralisasi bagi personil operasi di lapangan.
Banyaknya pungutan tidak resmi dan persepsi bahwa tidak ada kepastian hukum di Indonesia karena indikasi suap di kalangan penegak hukum, menyebabkan iklim usaha menjadi tidak kondusif bagi pemilik modal asing. Kondisi ini dapat mendorong mereka mengalihkan investasinya ke Negara lain, yang sebenarnya sangat dibutuhkan di Indonesia untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi. Akibat lebih jauhnya adalah hilangnya kesempatan kerja bagi angkatan kerja beserta sektor informal yang terkait.
KESIMPULAN
Sebenarnya kembali lagi pada individual atau auditor itu sendiri bagaimana dalam menyikapi dirinya atas dilema tersebut, kebanyakan mereka loyalitas tetapi menyimpang banyak factor, terutama karena manusia selalu merasa kurang akan segala sesuatu yang sudah mereka dapatkan. Apalagi soal materi itu menjadi alasan utama bagi mereka dalam berloyalitas akan tetapi menyimpang.
Senin, 23 November 2009
PENGARUH KECERDASAN IQ,EQ, DAN RQ AUDITOR TERHADAP KINERJA AUDITOR DALAM KANTOR AKUNTAN PUBLIK
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk
menguji pengaruh kecerdasan emosional dan spiritual terhadap kinerja auditor
dalam Kantor Akuntan Publik. Pengukuran kecerdasan emosional dan kinerja
menggunakan instrumen kuisioner yang di adopsi dari Cooper dan Sawaf (1998),
sedangkan untuk pengukuran kecerdasan spiritual menggunakan instrumen yang
diadopsi dari Khavari (2000). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Regresi Berganda, uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan
emsional dan spiritual auditor secara bersama-sama terhadap kinerja auditor,
dan uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional dan
spiritual auditor secara terpisah terhadap kinerja auditor. Hasil analisis
meunujukkan bahwa kecerdasan emosional dan spiritual auditor berpengaruh
signifikan terhadap kinerja auditor baik secara bersama-sama ataupun secara
terpisah. Akan tetapi kecerdasan spiritual memberikan kontribusi dan pengaruh
yang lebih besar terhadap kinerja auditor dibandingkan dengan kecerdasan
emosional auditor (Beta 0,744 > Beta 0,251). Berdasarkan hasil analisis,
juga menunjukkan pengaruh yang sangat besar dalam mendorong kinerja optimal
auditor yaitu 76,8% (R Square
= 0,768). Sedangkan 23,2% dapat di sebabkan oleh variabel lain di luar
penelitian ini seperti: Kecerdasan intelektual auditor, sarana dan prasarana
dalam Kantor Akuntan Publik dan lain-lain. Besarnya pengaruh tersebut, dapat
disebabkan, dalam tempat kerja selain permasalahan tekhnis pekerjaan, juga
banyak terdapat permasalahan yang menyangkut konflik dan dilemma etis, dan
berbagai ragam persolaan yang terkait dengan kondisi mental kejiwaan auditor.
Sehingga dalam menyelesaikan permasalahan tersebut diatas harus lebih banyak
dengan memakai pendekatan kecerdasan emosional dan spiritual dari pada keahlian
intelektual, karena permasalahan tersebut tidak dapat di atasi hanya dengan
kecerdasan intelektual auditor semata.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin mengglobalnya arus informasi dan transportasi yang disertai makin meningkatnya pula perdagangan dipelbagai belahan dunia, yaitu dengan dibentuknya berbagai macam bentuk perjanjian perdagangan multilateral dan internasional yang bersifat bebas (GATT, WTO, AFTA, APEC).Mengakibatkan banyak terjadinya perpindahan tenaga kerja asing dari negara maju seperti: Eropa, Jepang dan Amerika menuju negara lain di Asia termasuk di Indonesia. Hingga saat ini tidak dapat kita pungkiri bahwa globalisasi ekonomi dibidang liberalisasi perdagangan telah mulai banyak membawa pesaing ataupun tenaga ahli yang kompeten dibidangnya dari pelbagai mancanegara memasuki pasar domestik dengan kandungan pengetahuan tingkat dunia.
Dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta jiwa, dan termasuk dalam salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terbesar di dunia, serta posisi yang potensial dalam kawasan Asia Tenggara, menjadikan Indonesia sebagai ladang bisnis yang menjanjikan sebagai sasaran pasar berbagai produk dan jasa. Sehingga diperkirakan ketika terwujudnya perjanjian multi lateral AFTA (Asean Free Trade Center Area) dan APEC, Indonesia akan dibanjiri oleh banyak produk dan pekerja (auditor) profesional dari luar negeri.
Dalam menghadapi Indonesia baru yang mampu bersaing dalam era globalisasi yaitu AFTA dan APEC, diperlukan Sumber Daya Manusia, terutama sekali auditor dalam negeri yang berkualitas, yang diharapkan mampu bersaing dengan auditor dari luar negeri. Akan tetapi jika kita melihat praktek yang terjadi tidaklah demikian. Hal ini tercermin dari sikap pemerintah Indonesia yang lebih suka menggunakan jasa auditor asing, yang dipandang lebih mampu secara teknis dan indepeden dalam melaksanakan jasa audit terhadap beberapa perusahaan yang terkena kasus. Tantangan lain yang harus dihadapi dalam abad 21 maraknya terjadi skandal manipulasi dan kecurangan atas laporan keuangan, serta berbagai kasus pelanggaran etika lainnya yang secara langsung atau tidak langsung melibatkan para auditor didalamnya, baik dalam maupun luar negeri1. Berbagai bukti tersebut diatas menunjukkan kepada kita bahwa adanya: 1).Penurunan kualitas citra Sumber Daya Manusia akuntan atau auditor, 2).Persaingan antara auditor dan Kantor Akuntan Publik dalam dan luar negeri yang sudah semakin ketat, dan 3).Mulai adanya peralihan kepercayaan terhadap kinerja auditor dan Kantor Akuntan Publik di Indonesia. Dimana masalah-masalah tersebut harus segera diatasi.
Memasuki abad 21, legenda atau paradigma lama tentang anggapan bahwa IQ (Intelligence Quotient) sebagai satu-satunya tolok ukur kecerdasan, yang juga sering dijadikan parameter keberhasilan dan kesuksesan kinerja Sumber Daya Manusia, digugurkan oleh munculnya konsep atau paradigma kecerdasan lain yang ikut menentukan terhadap kesuksesan dan keberhasilan seseorang dalam hidupnya. Hasil survei statistik dan penelitian yang dilakukan Lohr, yang ditulis oleh Krugman dalam artikel “On The Road on Chairman Lou“ (The New York Times 26/6/1994), menyebutkan bahwa IQ ternyata sesungguhnya tidak cukup untuk menerangkan kesuksesan seseorang. Ketika skor IQ dikorelasikan dengan tingkat kinerja dalam karier mereka, taksiran tertinggi untuk besarnya peran selisih IQ terhadap kinerja hanyalah sekitar 25%, bahkan untuk analisis yang lebih seksama yang dilakukan American Psycological Press (1997) angka yang lebih tepat bahkan tidak lebih dari 10% atau bahkan hanya 4%. Hal ini berarti bahwa IQ paling sedikit tidak mampu 75%, atau bahkan 96% untuk menerangkan pengaruhnya terhadap kinerja atau keberhasilan seseorang. Serta menurut penelitian yang dilakukan Goleman menyebutkan pengaruh IQ hanyalah sebesar 20% saja, sedangkan 80% dipengaruhi oleh faktor lain termasuk di dalamnya EQ. Sehingga dengan kata lain IQ dapat dikatakan gagal dalam menerangkan atau berpengaruh terhadap kesuksesan seseorang (Goleman, 2000).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Adakah pengaruh kecerdasan emosional (EQ) dan spiritual (SQ) auditor terhadap kinerja para auditor dalam Kantor Akuntan Publik?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menguji dan mengetahui apakah terdapat pengaruh antara kecerdasan emosional dan spiritual auditor terhadap kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan bagi dunia akademisi khususnya dalam bidang pendidikan akuntansi pada perguruan tinggi dalam mendidik, dan mendiskusikan mengenai pentingnya kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ) dalam pola pendidikan bagi para mahasiswa, sebagai calon akuntan dan auditor dimasa yang akan datang, serta dalam menyikapi semakin beratnya tugas dan tanggung jawab mereka dalam melaksanakan pekerjaannya.
2. Memberikan masukan bagi Kantor Akuntan Publik agar dapat lebih meningkatkan kemampuan auditor mereka dalam melaksanakan tugas dengan lebih memberikan perhatian dan pelatihan terkait dengan pengembangan kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ), sehingga mereka bekerja dengan optimal, berintegritas dan bertanggung jawab.
3. Memberi informasi bagi kelompok responden mengenai pentingnya kecerdasaan emosional dan spiritual (ESQ), sehingga mereka dapat mengembangkan dan melatih kecerdasan emosional dan spiritual secara mandiri sebagai bekal dalam menghadapi dunia kerja, dan mampu bersaing dengan para auditor dari luar negeri.
4. Skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan bagi riset-riset selanjutnya terkait dengan penelitian kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ) yang lebih sempurna dan komperehensif.
1.5 Sistematika Penulisan Penelitian
Agar lebih mudah dipahami, skripsi ini disusun atas 5 (lima) bab,dengan tujuan agar mempunyai suatu susunan yang sistematis, dapat memudahkan untuk mengetahui dan memahami hubungan antara bab yang satu dengan bab yang lain sebagai suatu rangkaian yang konsisten. Adapun sistematika yang dimaksud adalah:
BAB I: PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang ditulisnya karya ilmiah ini, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan rumusan masalah serta sistematika penulisan skripsi.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Membahas mengenai landasan teori yang mendasari tiap-tiap variabel, hubungan antar variabel dan pembentukan hipotesa (hipotesis penelitian).
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
Menguraikan mengenai jenis penelitian dan pendekatan yang digunakan, penentuan populasi dan sampel, metode pengumpulan data, operasionalisasi variabel, pengujian data dan hipotesa.
BAB IV: PEMBAHASAN
Berisikan analisa penelitian, membahas tabulasi frekuensi pengaruh pengujian instrumen kecerdasan emosional dan spiritual auditor terhadap kinerja auditor.
BAB V: PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengolahan data penelitian. Selain itu, dalam bab ini juga berisi saran-saran bagi perkembangan profesi auditor di masa depan.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin mengglobalnya arus informasi dan transportasi yang disertai makin meningkatnya pula perdagangan dipelbagai belahan dunia, yaitu dengan dibentuknya berbagai macam bentuk perjanjian perdagangan multilateral dan internasional yang bersifat bebas (GATT, WTO, AFTA, APEC).Mengakibatkan banyak terjadinya perpindahan tenaga kerja asing dari negara maju seperti: Eropa, Jepang dan Amerika menuju negara lain di Asia termasuk di Indonesia. Hingga saat ini tidak dapat kita pungkiri bahwa globalisasi ekonomi dibidang liberalisasi perdagangan telah mulai banyak membawa pesaing ataupun tenaga ahli yang kompeten dibidangnya dari pelbagai mancanegara memasuki pasar domestik dengan kandungan pengetahuan tingkat dunia.
Dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta jiwa, dan termasuk dalam salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terbesar di dunia, serta posisi yang potensial dalam kawasan Asia Tenggara, menjadikan Indonesia sebagai ladang bisnis yang menjanjikan sebagai sasaran pasar berbagai produk dan jasa. Sehingga diperkirakan ketika terwujudnya perjanjian multi lateral AFTA (Asean Free Trade Center Area) dan APEC, Indonesia akan dibanjiri oleh banyak produk dan pekerja (auditor) profesional dari luar negeri.
Dalam menghadapi Indonesia baru yang mampu bersaing dalam era globalisasi yaitu AFTA dan APEC, diperlukan Sumber Daya Manusia, terutama sekali auditor dalam negeri yang berkualitas, yang diharapkan mampu bersaing dengan auditor dari luar negeri. Akan tetapi jika kita melihat praktek yang terjadi tidaklah demikian. Hal ini tercermin dari sikap pemerintah Indonesia yang lebih suka menggunakan jasa auditor asing, yang dipandang lebih mampu secara teknis dan indepeden dalam melaksanakan jasa audit terhadap beberapa perusahaan yang terkena kasus. Tantangan lain yang harus dihadapi dalam abad 21 maraknya terjadi skandal manipulasi dan kecurangan atas laporan keuangan, serta berbagai kasus pelanggaran etika lainnya yang secara langsung atau tidak langsung melibatkan para auditor didalamnya, baik dalam maupun luar negeri1. Berbagai bukti tersebut diatas menunjukkan kepada kita bahwa adanya: 1).Penurunan kualitas citra Sumber Daya Manusia akuntan atau auditor, 2).Persaingan antara auditor dan Kantor Akuntan Publik dalam dan luar negeri yang sudah semakin ketat, dan 3).Mulai adanya peralihan kepercayaan terhadap kinerja auditor dan Kantor Akuntan Publik di Indonesia. Dimana masalah-masalah tersebut harus segera diatasi.
Memasuki abad 21, legenda atau paradigma lama tentang anggapan bahwa IQ (Intelligence Quotient) sebagai satu-satunya tolok ukur kecerdasan, yang juga sering dijadikan parameter keberhasilan dan kesuksesan kinerja Sumber Daya Manusia, digugurkan oleh munculnya konsep atau paradigma kecerdasan lain yang ikut menentukan terhadap kesuksesan dan keberhasilan seseorang dalam hidupnya. Hasil survei statistik dan penelitian yang dilakukan Lohr, yang ditulis oleh Krugman dalam artikel “On The Road on Chairman Lou“ (The New York Times 26/6/1994), menyebutkan bahwa IQ ternyata sesungguhnya tidak cukup untuk menerangkan kesuksesan seseorang. Ketika skor IQ dikorelasikan dengan tingkat kinerja dalam karier mereka, taksiran tertinggi untuk besarnya peran selisih IQ terhadap kinerja hanyalah sekitar 25%, bahkan untuk analisis yang lebih seksama yang dilakukan American Psycological Press (1997) angka yang lebih tepat bahkan tidak lebih dari 10% atau bahkan hanya 4%. Hal ini berarti bahwa IQ paling sedikit tidak mampu 75%, atau bahkan 96% untuk menerangkan pengaruhnya terhadap kinerja atau keberhasilan seseorang. Serta menurut penelitian yang dilakukan Goleman menyebutkan pengaruh IQ hanyalah sebesar 20% saja, sedangkan 80% dipengaruhi oleh faktor lain termasuk di dalamnya EQ. Sehingga dengan kata lain IQ dapat dikatakan gagal dalam menerangkan atau berpengaruh terhadap kesuksesan seseorang (Goleman, 2000).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Adakah pengaruh kecerdasan emosional (EQ) dan spiritual (SQ) auditor terhadap kinerja para auditor dalam Kantor Akuntan Publik?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menguji dan mengetahui apakah terdapat pengaruh antara kecerdasan emosional dan spiritual auditor terhadap kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan bagi dunia akademisi khususnya dalam bidang pendidikan akuntansi pada perguruan tinggi dalam mendidik, dan mendiskusikan mengenai pentingnya kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ) dalam pola pendidikan bagi para mahasiswa, sebagai calon akuntan dan auditor dimasa yang akan datang, serta dalam menyikapi semakin beratnya tugas dan tanggung jawab mereka dalam melaksanakan pekerjaannya.
2. Memberikan masukan bagi Kantor Akuntan Publik agar dapat lebih meningkatkan kemampuan auditor mereka dalam melaksanakan tugas dengan lebih memberikan perhatian dan pelatihan terkait dengan pengembangan kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ), sehingga mereka bekerja dengan optimal, berintegritas dan bertanggung jawab.
3. Memberi informasi bagi kelompok responden mengenai pentingnya kecerdasaan emosional dan spiritual (ESQ), sehingga mereka dapat mengembangkan dan melatih kecerdasan emosional dan spiritual secara mandiri sebagai bekal dalam menghadapi dunia kerja, dan mampu bersaing dengan para auditor dari luar negeri.
4. Skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan bagi riset-riset selanjutnya terkait dengan penelitian kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ) yang lebih sempurna dan komperehensif.
1.5 Sistematika Penulisan Penelitian
Agar lebih mudah dipahami, skripsi ini disusun atas 5 (lima) bab,dengan tujuan agar mempunyai suatu susunan yang sistematis, dapat memudahkan untuk mengetahui dan memahami hubungan antara bab yang satu dengan bab yang lain sebagai suatu rangkaian yang konsisten. Adapun sistematika yang dimaksud adalah:
BAB I: PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang ditulisnya karya ilmiah ini, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan rumusan masalah serta sistematika penulisan skripsi.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Membahas mengenai landasan teori yang mendasari tiap-tiap variabel, hubungan antar variabel dan pembentukan hipotesa (hipotesis penelitian).
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
Menguraikan mengenai jenis penelitian dan pendekatan yang digunakan, penentuan populasi dan sampel, metode pengumpulan data, operasionalisasi variabel, pengujian data dan hipotesa.
BAB IV: PEMBAHASAN
Berisikan analisa penelitian, membahas tabulasi frekuensi pengaruh pengujian instrumen kecerdasan emosional dan spiritual auditor terhadap kinerja auditor.
BAB V: PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengolahan data penelitian. Selain itu, dalam bab ini juga berisi saran-saran bagi perkembangan profesi auditor di masa depan.
BAB IV PEMBAHASAN 1. Kasus besar yang paling menarik perhatian dan menimpa dunia akuntansi di awal abad 21 adalah kasus manipulasi laporan keuangan dan persediaan pada Enron corp. dengan KAP multi nasional Arthur Andersen & Partners yang merupakan anggota dari the big five atau KAP dengan salah satu jaringan dan omzet pendapatan terbesar di seluruh dunia, yang berakibat bubarnya Arthur Andersen & partners. Di Indonesia juga pernah terjadi hal yang sama yaitu pada kasus PT.Kimia Farma Tbk, terjadinya overstated pada laba bersih per 31 Desember 2001. 2. SQ dapat dinamakan juga dangan Religius Quotient (kecerdasan religius atau kecerdasan ruhaniah), karena dalam penerapannya SQ adalah tidak dapat dipisahkan dengan keyakinan beragama seseorang walaupun antar agama mempunyai konsep yang berbeda tentang bentuk SQ, akan tetapi esensinya sama yaitu keyakinan akan keberadaan dan peran serta Tuhan dalam setiap aktivitas kehidupan manusia. 3. Integritas mengharuskan auditor jujur dan terus terang dalam batasan kerahasiaan obyek pemeriksaan Kode Etik Akuntan Indonesia.Prinsip objektivitas menetapkan suatu kewajiban bagi auditor untuk tidak memihak, jujur secara intelektual dan bebas dari konflik kepentingan.Pedoman Kode Etik Akuntan Indonesia.Appendix A 1994. hal:346. 4. Prof.Dr.Muhammad Yacub M.Ed. dalam jurnalnya yang berjudul: “Suatu opini mengenai reformasi sistem pendidikan nasional” berpendapat dan juga menekankan akan pentingnya reformasi dan perubahan sistem pendidikan nasional yang mensinergikan IQ, EQ, CQ dan SQ dalam segala bidang mulai dari filsafat/tujuan pendidikan sampai ke pemerintahan dan manajemen pendidikan, kurikulum, metode pembelajaran, dan substansi pengajaran secara nasional, regional dan lokal. Terjadinya pergeseran atau perubahan paradigma dimana kesuksesan seseorang tidaklah lagi ditentukan oleh IQ atau kemampuan tekhnis, ICCA mengeluarkan satuan tugas khusus “The Skill for 21 century task force” untuk meneliti masalah yang berhubungan dengan perubahan kualifikasi para akuntan di abad 21. Satuan tugas tersebut menemukan bahwa di abad 21 ini para akuntan (auditor) yang dibutuhkan, haruslah memiliki beberapa kompetensi dan kualifikasi antara lain, sebagai berikut (Bulo, 2002:22): • Keterampilan akuntansi: Kemampuan untuk menganalisa data keuangan, pengetahuan perpajakan, audit, sistem teknologi informasi dan pengetahuan tentang pasar modal. • Keterampilan komunikasi: Kesanggupan mendengar dengan efektif, berbicara dan menulis dengan jelas, mengerti kebutuhan orang lain, kemampuan mengungkapkan, mendiskusikan mempertahankan pandangan, memiliki empati dan mampu berhubungan dengan orang dari negara, budaya dan latar belakang sosio ekonomi yang berbeda. • Keterampilan negosiasi. • Keterampilan interpersonal: Untuk memotivasi dan mengembangkan orang lain, mendelegasikan tugas, menyelesaikan konflik, kepemimpinan, mengelola hubungan dengan orang lain dan berinteraksi dengan berbagai macam orang. • Kemampuan intelektual: Logika, deduktif dan pemikiran abstrak, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah dan sanggup menyelesaikan dilema etis. • Pengetahuan manajemen dan organisasi: Untuk memahami aktivitas organisasi bisnis pemerintah, organisasi nirlaba, memahami budaya bisnis, dinamika kelompok, serta manajemen sumber daya. • Atribut personel: Integritas, keadilan etika dan komitmen untuk, belajar seumur hidup karena product life cycle pengetahuan yang semakin pendek. Di Indonesia, Ainun Na’im (1996) dalam Laela (1997) dalam makalahnya yang berjudul “Perubahan faktor-faktor kontekstual profesi akuntan publik” menyebutkan dalam memasuki profesi akuntansi, dan dalam menghadapi perubahan tantangan globalisasi, para akuntan Indonesia khususnya, diharuskan memiliki suatu competitive advantage skill yang lebih dibandingkan akuntan lain untuk dapat tetap mampu bertahan (exist) dalam menjalankan profesinya dimasa depan, diantaranya yaitu kemampuan intelektual, interpersonal dan emosional, lebih lengkapnya bentuk kualifikasi yang disyaratkan, dapat kita lihat pada gambar dibawah ini : Profil Profesi Akuntan Dalam perkembangan untuk menciptakan peningkatan kinerja Sumber Daya Manusia yang optimal, dan dalam menyikapi tantangan di abad 21, menurut Prof. Dadang Hawari guru besar dan pakar psikologi UI, kemampuan intelektual (IQ) dan interpersonal (EQ) saja tidaklah cukup, tanpa disertai dengan kemampuan religiusitas (SQ). Beliau menyatakan bahwa pada umumnya, syarat atau kualifikasi yang diutamakan untuk menciptakan Sumber Daya Manusia, yang unggul menuju Indonesia baru adalah: KETERAMPILAN SIFAT-SIFAT - Berfikir Wajar - Menyelesaikaan masalah Etik - Mendengar Mempunyai motivasi - Menulis Bersikap profesional - Menggunakan komputer Percaya diri - Melakukan analisis kuantitatif Tampil profesional - Berbicara Sifat menyenangkan - Melakukan penelitian Tegas - Berhubungan Interpersonal Sifat kepemimpinan PENGETAHUAN - Hukum - Sosial Ekonomi - Psikologi - Akuntansi 1.Sumber Daya Manusia tersebut memiliki tingkat kecerdasan (IQ: Intelligence Quotient) yang tinggi. Namun dalam perkembangan masa depan (Indonesia Baru) untuk menjadi Sumber Daya Manusia yang sukses dalam arti bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi dan golongannya; maka syarat IQ saja tidak lagi memenuhi kriteria. 2. EQ (Emotional Quotient: tingkat emosional atau kepribadian). 3. CQ (Creativity Quotient: tingkat kreativitas) dan 4. RQ (Religious Quotient): Tingkat religiusitas atau keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan YME). Sumber Daya Manusia dengan tingkat RQ tinggi adalah tidak sekedar beragama tetapi terutama beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sumber Daya Manusia yang beriman adalah seorang yang percaya bahwa Tuhan Maha Melihat, Mendengar dan Mengetahui apa-apa yang diucapkan, diperbuat bahkan isi hati atau niat manusia. Sumber Daya Manusia yang beriman adalah seorang yang percaya adanya malaikat yang mencatat segala perbuatan yang baik maupun yang tercela, serta tahu mana yang salah atau haram.2 Dalam praktek nyata, pentingnya kemampuan personal dan interpersonal serta tingkat religiusitas sebagai benteng dalam pelaksanaan tanggung jawab dan pekerjaan audit bagi para auditor di Indonesia khususnya seperti yang telah disebutkan diatas, bisa kita lihat pada pedoman kode etik akuntan 1994 yang diterbitkan oleh lembaga IAI (Ikatan Akuntan Indonesia). Pasal 1 ayat (2) Kode Etik Akuntan Indonesia, menegaskan bahwa setiap anggota harus mempertahankan integritas dan obyektifitas3 yang tinggi dalam menjalankan setiap tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, setiap anggota akan tetap mempunyai kejujuran, komitmen, tegas, dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan obyektifitas, maka diharapkan bagi setiap anggota akan bertindak adil tanpa dipengaruhi oleh tekanan atau permintaan tertentu maupun kepentingan pribadinya. Tanpa adanya pengendalian atau kematangan emosi (EQ) dan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (keimanan dan ketakwaan) (SQ), sangat sulit bagi seorang auditor untuk dapat bertahan dalam menghadapi tekanan frustasi, stress, menyelesaikan konflik yang sudah menjadi bagian atau resiko profesi, dan memikul tanggung jawab seperti apa yang disebutkan dalam Pedoman Kode Etik Akuntan Indonesia, serta untuk tidak menyalahgunakan kemampuan dan keahlian yang merupakan amanah yang dimilikinya kepada jalan yang tidak dibenarkan. Sehingga akan berpengaruh terhadap hasil kinerja mereka (mutu dan kualitas audit) atau terjadinya penyimpangan-penyimpangan, kecurangan dan manipulasi terhadap tugas yang diberikan. Karena seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik akan mampu untuk mengetahui serta menangani perasaan mereka dengan baik, mampu untuk menghadapi perasaan orang lain dengan efektif. Selain itu juga seseorang akuntan yang memiliki pemahaman atau kecerdasan emosi dan tingkat religiusitas yang tinggi akan mampu bertindak atau berperilaku dengan etis dalam profesi dan organisasi (Ludigdo dan Maryani, 2001). Karena itulah perlu adanya perubahan akan makna dalam sistem pendidikan kita, dalam menyikapi makin beratnya tantangan di era globalisasi dan dalam rangka membentuk pribadi yang berkualitas dan memiliki etos kerja yang tinggi4. Sehingga peran lembaga pendidik termasuk perguruan tinggi sebagai pencetak Sumber Daya Manusia dalam perusahaan dan Kantor Akuntan Publik diharapkan mampu mengangkat nilai-nilai: kejujuran, komitmen, amanah, integritas, bertanggung jawab, keyakinaan terhadap sifat-sifat Tuhan YME dan keteguhan hati merupakan bagian pengajaran yang diberikan kepada para calon auditor (mahasiswa) (Ludigdo, 2004). Penjelasan tersebut diatas secara langsung mengindikasikan dan membuktikan kepada kita semua, bahwa para akuntan khususnya auditor di Indonesia dalam abad 21 perlu untuk mengembangkan aspek atau berbagai keterampilan dan keahlian khusus dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya yang semakin komplek, termasuk didalamnya: keterampilan atau keahlian profesi, kecerdasan emosional (Emotional Quotient) dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient). Adapun beberapa karya ilmiah dan penelitian terdahulu yang telah dipublikasikan, baik didalam negeri maupun diluar negeri, terkait dengan kecerdasan emosional antara lain yaitu: Pertama. Pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap kinerja dalam perusahaan: Goleman menjelaskan (1998) tentang penggunaan kecerdasan emosional terhadap pendorong kinerja, dengan sampel manajer yang dikelompokkan kedalam 3 (tiga) bagian keahlian: tekhnikal, koognitif dan kemampuan kecerdasan emosi murni seperti kemampuan memimpin dan berhubungan dengan orang lain. Cooper dan Sawaf (1998) meneliti tentang pemetaan kecerdasan emosional (EQ Map) dan pengaruhnya terhadap gaya kepemimpinan dan kinerja sejumlah eksekutif manajer pada perusahan multinasional. Serta McClleland (1973) dalam Goleman (2000) meneliti tentang pengaruh kecerdasan intelektual (IQ) dengan parameter prestasi akedemis yang dicapai, terhadap kesuksesan seseorang di tempat kerja. Kedua. Pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap kinerja auditor dan pendidikan akuntansi: Surya dan Hananto (2004) meneliti tentang kinerja auditor dalam Kantor Akuntan Publik dengan kecerdasan emosional auditor. Bulo (2002) dan Afufah; font-weight: normal; mso-bidi-font-weight: bold">Kedua. Pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap kinerja auditor dan pendidikan akuntansi: Surya dan Hananto (2004) meneliti tentang kinerja auditor dalam Kantor Akuntan Publik dengan kecerdasan emosional auditor. Bulo (2002) dan Afufah; font-weight: normal; mso-bidi-font-weight: bold">Kedua. Pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap kinerja auditor dan pendidikan akuntansi: Surya dan Hananto (2004) meneliti tentang kinerja auditor dalam Kantor Akuntan Publik dengan kecerdasan emosional auditor. Bulo (2002) dan Afufah; font-weight: normal; mso-bidi-font-weight: bold">Kedua. Pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap kinerja auditor dan pendidikan akuntansi: Surya dan Hananto (2004) meneliti tentang kinerja auditor dalam Kantor Akuntan Publik dengan kecerdasan emosional auditor. Bulo (2002) dan Afufah; font-weight: normal; mso-bidi-font-weight: bold">Kedua. Pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap kinerja auditor dan pendidikan akuntansi: Surya dan Hananto (2004) meneliti tentang kinerja auditor dalam Kantor Akuntan Publik dengan kecerdasan BAB V PENUTUP Serorang auditor itu harus yang cerdas. Auditor harus mengerti proses bisnis dari organisasi yang akan diaudit, memahami best practice, memahami metodologi audit, memahami pengetahuan dasar yang terkait jenis audit, (spt accounting, IT, Tax, dll) dan kemampuan analisa yang baik. Auditor harus mengkombinasikan pengetahuan ini dalam melakukan proses audit. Disinilah titik dimana audit bukan merupakan proses yang mudah. Dibutuhkan orang - orang yang cerdas agar proses audit menjadi lebih efektif dan efisien.
Langganan:
Postingan (Atom)